Edo: Dari 9 Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit 4 Diantaranya Sudah Memiliki Penilaian Usaha Perkebunan
Aceh Tamiang-mediaadvokasi.id
Puluhan ribu hektare lahan perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang yang selama ini dikelola perusahaan Pemerintah (BUMN) dan swasta belum bersertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO).
Padahal sertifikasi ISPO tersebut menjadi kewajiban bagi perusahaan negeri dan swasta seperti disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia.
"Berdasarkan lampiran Surat Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia Nomor: B-491/KB/.410/E/06/2024 tertanggal 12 Juni 2024 dan data Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun) terdapat 9 Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang belum ISPO. Pihaknya meminta kepada dinas terkait untuk mengawasi 9 perusahaan tersebut agar memiliki sertifikat ISPO. Ini penting, untuk memastikan pengelolaan perkebunan sawit di Aceh Tamiang sudah ramah lingkungan," ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Independen (WALI), Muhammad Suhaji kepada awak media, pada Senin (06/01/2025).
Ajie Lingga panggilan akrab Muhammad Suhaji menjelaskan, ISPO menjadi pembuktian bahwa pengelolaan sawit memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Seperti diketahui, isu lingkungan mungkin adalah hambatan terbesar dalam industri kelapa sawit. Karena itu, ISPO mengatur secara jelas dan rinci tentang kewajiban pengusaha untuk menjaga area konservasi alam di sekitar lahan.
Misalnya dengan melarang pembukaan lahan di area bernilai konservasi tinggi atau area bernilai sejarah, termasuk merusak gambut dan hutan lindung. ISPO juga, mengatur tentang pengawasan dan penghijauan lahan di kawasan industri sawit. Melalui aturan tersebut, diharapkan kerusakan lingkungan akibat industri sawit dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan seluruhnya. “Sertifikasi ISPO ini, mengatur secara jelas kegiatan usaha pengelolaan kelapa sawit memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Misalnya dengan melarang pembukaan lahan di area bernilai konservasi tinggi atau area cagar budaya. Termasuk juga tidak merusak lingkungan, apa lagi merusak ekosistem gambut,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Perkebunan pada Distanbunnak Aceh Tamiang, Edward Fadli Yukti, SP menjelaskan dari 9 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang belum miliki sertifikat ISPO berdasarkan data Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun), satu diantaranya sudah memiliki sertifikat ISPO yakni PT. Sisirau. "Sertifikat ISPO PT Sisirau diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2022 dan mungkin sertifikat ISPO-nya belum didaftarkan ke Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun).
"Tapi jumlah keseluruhan perusahaan perkebunan sawit di Aceh Tamiang yang belum memiliki sertifikat ISPO tetap 9 perusahaan karena ada satu perusahaan BUMN (plat merah) yang juga belum memiliki sertifikat ISPO yakni PTPN 1," ujar Edo, panggilan akrab Edward Fadli Yukti.
Edo menjelaskan dari 9 perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, 4 diantaranya sudah memiliki Penilaian Usaha Perkebunan (PUP) yaitu PT MPLI, Desa Jaya, Seumadam dan Sumber Asih. Sedangkan 4 perusahaan lainnya yakni PT Dharma Agung, Tenggulun Raya, Tanjung Raya Bendahara dan Sinar Kaloy Perkasaindo belum memiliki PUP. "Kami mendorong perusahaan perkebunan kelapa sawit yang PUP sudah ada untuk mematuhi kewajiban ISPO. Bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang belum PUP kita dorong supaya segera PUP agar perusahaan tersebut bisa lanjut ke tahapan selanjutnya ke proses ISPO," ujarnya. Edo menambahkan bahwa ketidakpatuhan perusahaan terhadap ISPO membawa dampak negatif baik secara ekonomi maupun lingkungan. Dari sisi ekonomi, Edo menjelaskan bahwa sertifikasi ISPO meningkatkan daya saing harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional. Tanpa ISPO, penjualan keluar daerah akan terkendala dan harga komoditas dapat turun. “Ini jelas merugikan daerah,” tegasnya.
Dari sisi lingkungan, sertifikasi ISPO memastikan bahwa pengelolaan perkebunan dilakukan sesuai dengan standar lingkungan yang ditetapkan. Jika tidak, dampaknya terhadap lingkungan sekitar bisa sangat buruk. “ISPO juga memeriksa pengelolaan lingkungan di perusahaan. Jika diabaikan, kerusakan lingkungan bisa terjadi,” tambahnya. (Eri Efandi).