Gakkum Kehutanan dan TN Meru Betiri Amankan Pelaku Tambang Emas Ilegal di Kawasan Konservasi
Sidoarjo|MediaAdvokasi.id- Tim Balai Taman Nasional Meru Betiri bersama Penyidik Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) berhasil mengamankan enam pelaku penambang emas ilegal di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Meru Betiri.
Operasi ini berawal dari laporan masyarakat dan hasil patroli intensif di sekitar daerah aliran sungai dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri.
Enam pelaku berinisial H (43), S (58), ARF (24), AFK (19), AYB (29), dan MH (21) ditangkap di lokasi tambang pada Senin, 30 Juni 2025, pukul 10.30 WIB, bersama barang bukti berupa alat dulang emas, palu, piring seng, betel, terpal, batuan hasil galian, dan tiga unit sepeda motor. Aktivitas mereka diduga menyebabkan kerusakan serius terhadap struktur tanah, kualitas air sungai, dan habitat satwa dilindungi.
Para pelaku kini ditahan di Rumah Tahanan Polda Jawa Timur dan tengah menjalani proses penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Gakkum Kehutanan. Mereka dijerat Pasal 89 ayat (1) huruf a jo. Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (yang telah diubah melalui Undang-Undang Cipta Kerja), dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp10 miliar. Mereka juga dikenakan Pasal 40 jo. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024.
Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri, RM Wiwied Widodo, menegaskan bahwa penambangan ilegal merupakan ancaman langsung terhadap tatanan konservasi dan kehidupan masyarakat sekitar. “Taman Nasional adalah ruang hidup bersama, bukan hanya bagi flora dan fauna, tetapi juga bagi masyarakat desa penyangga yang selama ini hidup selaras dan turut menjaga harmoni kawasan. Ketika penambangan ilegal masuk, yang pertama kali terdampak adalah flora, fauna, dan masyarakat desa penyangga itu sendiri. Yang rusak bukan hanya tanah dan sungai, tapi juga keseimbangan yang selama ini dirawat bersama oleh alam dan manusia,” ujarnya.
“Sebagai pengelola kawasan konservasi, kami bertanggung jawab atas keberlanjutan lanskap dan juga atas harapan masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian Taman Nasional Meru Betiri. Karena itu, pasca-penindakan ini, kami fokus pada dua hal: memulihkan ekosistem yang terdampak, dan memperkuat sistem perlindungan kawasan melalui peningkatan patroli pengamanan terpadu serta pelibatan aktif warga sekitar. Meru Betiri bukan sekadar kawasan lindung, ia adalah warisan bersama yang harus dijaga, dirawat, dan diwariskan,” tambah Wiwied.
Sementara itu, Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jabalnusra, Aswin Bangun, menegaskan bahwa penambangan emas ilegal merupakan bentuk kejahatan kehutanan yang terorganisir dan harus ditindak secara sistematis. “Penegakan hukum ini bukan sekadar tindakan teknis. Ini adalah simbol kehadiran negara dalam menjaga kedaulatan kawasan konservasi dan memastikan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat dari kelestarian alam yang terjaga. Negara tidak boleh abai saat hutan dirusak, dan tidak boleh diam ketika ruang hidup bersama terancam,” tegasnya.
Aswin juga memberikan apresiasi secara khusus kepada Balai TN Meru Betiri: “Kami mengapresiasi komitmen dan respons cepat Balai TN Meru Betiri yang berhasil mendeteksi aktivitas ini sejak dini. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi yang responsif dan sigap ketika didukung oleh sistem pengawasan yang kuat dan partisipasi publik yang aktif. Kolaborasi seperti inilah yang akan terus kami dorong dalam melindungi kawasan konservasi serta penindakan terhadap kejahatan kehutanan,” ujarnya.
“Sesuai arahan Bapak Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan dan Bapak Menteri Kehutanan, komitmen kami jelas: tindak tegas kejahatan kehutanan, bangun sistem pengawasan berlapis, dan jaga martabat Indonesia sebagai penjaga kekayaan hayati dunia. Selanjutnya, kami akan terus mendalami kemungkinan adanya pemodal dan pengendali jaringan tambang illegal di balik kasus ini, agar penindakan tidak berhenti pada pelaku lapangan semata,” tambah Aswin.
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil sinergi antara penguatan patroli kawasan di Taman Nasional Meru Betri, partisipasi aktif masyarakat, dan penegakan hukum yang responsif. Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa perlindungan kawasan konservasi adalah bagian dari strategi nasional untuk menjaga keanekaragaman hayati, memastikan keadilan ekologis bagi masyarakat, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara megabiodiversitas yang bertanggung jawab.
( Sus/Andi )