11 Bulan Masih KLB, Dua Kecamatan di Aceh Singkil Belum Bebas Malaria
Aceh Singkil, MA- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Aceh Singkil mencatat dua kecamatan di wilayahnya belum bebas dari serangan malaria. Hingga hari ini Rabu 30 April 2025 masih ditemukan sebanyak 32 kasus di daerah setempat.
"Dua kecamatan yang ditemukan kasus malaria tersebut di antaranya Kecamatan Pulau Banyak 20 kasus. Dari jumlah itu, satu diantaranya merupakan asal warga Singkil dan saat ini telah di rujuk ke Banda Aceh. Kemudian Pulau Banyak Barat 12 kasus. Sedangkan tahun 2024 sebanyak 134 kasus,"kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil, Muhammad Raja Maringin, melalui Kasinya Lisna Winda Rabu (30/4) dikantornya.
Dikatakannya, terkait satu orang asal warga Singkil yang telah di rujuk ke rumah sakit Banda Aceh tersebut, tertular saat berada di pulau pinang desa Pulau Baguk, Kecamatan Pulau Banyak, Aceh Singkil pada 23 April 2025. Meskipun demikian, pasien itu dirujuk ke rumah sakit Banda Aceh bukanlah karena penyakit malarianya melainkan gejala ginjalnya.
"Berdasarkan hasil laboratorium di rumah sakit umum daerah (RSUD) Aceh Singkil, pasien itu dinyatakan belum mengarah pada penykit malaria berat, tetapi ada pada sakit ginjal," ucapnya.
Berdasarkan data dinas Kesehatan Aceh Singkil, sebut Winda, dua kecamatan Pulau Banyak dan Pulau Banyak Barat itu, hingga kini masih berstatus kejadian luar biasa (KLB) malaria. Status tersebut belum dicabut sejak ditetapkan 16 Mei 2024 lalu.
"Jika dihitung, maka sudah sekitar 11 bulan lebih kabupaten Aceh Singkil menyandang status KLB malaria dan pada 16 Mei 2025 mendatang akan genap satu tahun," katanya.
Winda menjelaskan, kedua kepulauan banyak itu, pada tahun 2017 sebenarnya sudah ditetapkan sebagai daerah eliminasi malaria dengan upaya maksimal dalam memastikan tidak adanya penduduk atau pengunjung yang terinfeksi.
Lantaran sudah dinyatakan bebas malaria, maka bila ditemukan kasus malaria baru baik itu lokal maupun impor, maka harus ditetapkan KLB.
Seiring berjalan waktu ketika ditetapkan KLB malaria, telah dilakukan langkah penindakan. Antara lain perawatan (treatment) terhadap penderita, fogging, penaburan bubuk abate, penyemprotan dinding rumah dan pembagian kelambu kepada kelompok berisiko.
Akan tetapi sebut Winda, setelah dilakukan evaluasi dengan melakukan survei darah jari hasilnya masih ada yang positif malaria. Bahkan sebutnya kasus terbaru masih ditemukan pada 26 Maret 2025.
Sehingga status KLB malaria belum dicabut.
"Mengapa belum dicabut karena masih ditemukan kasus," katanya.
Menurut Winda, semestinya dalam enam bulan status KLB sudah bisa dicabut. Namun dalam prakteknya tidak bisa dilakukan.
Penyebabnya ketika pihaknya melakukan tindakan masih ada penolakan satu diantaranya ketika penyemprotan dinding rumah. Kemudian belum maksimalnya edukasi terhadap masyarakat terkait penangan malaria.
"Status KLB tidak bisa asal cabut. Kami sudah empat kali melakukan survei darah jari hasilnya masih ditemukan. Mestinya 100 persen negatif," ujarnya.
Winda menjelaskan mekanisme pencabutan status KLB malaria.
Jika melihat data terbaru kasus yang ditemukan per 26 Maret 2025, maka sesuai masa inkubasi baru bisa dilakukan visitasi pada 26 Juni 2025.
Visitasi tersebut dilakukan oleh tim Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi Aceh.
"Jika hasil visitasi tidak ditemukan lagi kasus, sesuai survei darah jari maka status KLB bisa dicabut. Namun bila masih ditemukan belum bisa dicabut," ujar Winda.
Bagi masyarakat yang ingin berkunjung kepulauan banyak, Winda berharap agar selalu menggunakan anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk.
Sedangkan bagi masyarakat yang berada di kepulauan banyak, apabila dilakukan langkah penindakan, seperti perawatan (treatment) terhadap penderita, fogging, penaburan bubuk abate, penyemprotan dinding rumah dan pembagian kelambu kepada kelompok berisiko, agar tidak ada lagi adanya penolakan.
"Semoga kasus malaria di Aceh Singkil ini dapat segera teratasi dan terbebas dari malaria," pungkasnya.