Tindak Lanjut Mayday, Dewan Aceh Singkil Gelar RDP Tuntutan Pekerja
Aceh Singkil, Media Advokasi.id– Komisi IV DPRK Aceh Singkil menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama perwakilan buruh yang tergabung dalam Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Kamis 15 Mei 2025. Agenda ini menjadi tindak lanjut atas aksi unjuk rasa buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional (Mayday) 6 Mei 2025 lalu.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi IV Desra Novianto itu dihadiri Wakil Ketua II DPRK Wartono, serta anggota dewan lainnya seperti Ramadan dan Riski. PUK-SPSI membawa aspirasi buruh dari enam perusahaan besar di Aceh Singkil, yakni PT Nafasindo, PT Perkebunan Lembah Bhakti (PLB), PT Socfindo, PT Delima Makmur, PT GSS, dan PT SSM.
Dalam pertemuan tersebut, para buruh menyampaikan sejumlah tuntutan. Di antaranya, meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil menertibkan perusahaan yang belum menjalankan Peraturan Gubernur Nomor: 100.33.1/601/2024 terkait pemberian tunjangan Meugang.
Mereka juga mendesak pembentukan Lembaga Kerja Sama Tripartit yang aktif, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pengalokasian anggaran untuk peringatan Mayday, hingga pembentukan Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tak hanya itu, buruh juga mengusulkan pembentukan Direktorat Khusus Pidana Ketenagakerjaan di bawah fungsi Reskrimsus Polri, mulai dari tingkat Mabes hingga Polres. Mereka juga mendorong universitas dan pemerintah mengalokasikan anggaran riset hukum perburuhan serta menuntut peningkatan kinerja aparat kepolisian dalam penegakan etika dan HAM.
Ketua Komisi IV Desra Novianto, menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti tuntutan buruh, khususnya soal dana Meugang yang pelaksanaannya belum merata antar perusahaan.
“Mungkin kendalanya sosialisasi Pergub yang belum maksimal sampai ke perusahaan-perusahaan,” ujarnya.
Desra juga meminta Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja agar lebih optimal dalam menjalankan tugasnya, termasuk dalam pendataan peluang kerja yang berkesinambungan, terutama bagi putra daerah.
"Kepada seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Aceh Singkil, agar dapat mengutamakan perekrutan tenaga kerja bagi putra daerah Aceh Singkil lah," katanya.
Politisi Partai NasDem tersebut juga menegaskan bahwa perekrutan tenaga kerja lokal bukan hanya sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), tetapi juga sebagai langkah strategis untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Kita tidak ingin masyarakat hanya menjadi penonton. Mereka harus dilibatkan dan mendapatkan manfaat nyata dari kehadiran perusahaan di wilayah mereka,” ujar Desra.
Selain itu Ia juga menepis kekhawatiran buruh soal kewajiban 20 persen lahan plasma yang ditafsirkan akan berdampak pada PHK massal.
"Itu hanya kesalahpahaman. Regulasi plasma tidak serta merta berdampak pada pemutusan hubungan kerja,” tegasnya.
Wakil Ketua II DPRK Wartono menyayangkan banyaknya regulasi ketenagakerjaan yang tumpang tindih dan tidak berpihak. Ia menekankan agar program plasma benar-benar terlaksana secara utuh, bukan sekadar janji manis.
“Program plasma jangan hanya jangkos—janji kosong. Harus berdampak langsung kepada masyarakat sekitar,” tegas Wartono.
Menurutnya, realisasi plasma yang adil juga dapat memperkuat hubungan antara perusahaan dan masyarakat serta mencegah potensi konflik sosial.
Pimpinan Cabang SPSI Aceh Singkil Syafi’i Bancin menyambut baik digelarnya RDP yang menurutnya sebagai angin segar untuk perjuangan buruh.
"Ini sudah 50 persen menjawab harapan kami. Belum pernah sebelumnya ada respon secepat dan sejelas ini dari DPRK,” ujarnya dengan penuh semangat.
Syafi’i berharap pemerintah dan pihak perusahaan benar-benar serius dalam menindaklanjuti tuntutan tersebut, terutama soal perlindungan hak-hak dasar para pekerja.