Fenomena “MENYIMPANGI” Norma Hukum Terhadap “Partij Verzet”
Oleh : HAPIS MUSLIM, S.H. Direktur Boyamin Saiman Berlian Palembang (BSBP) Attorney At Law
PALEMBANG, MA - Mendengar istilah “Sita Eksekusi”, adalah hal yang biasa terjadi bila dikaitkan dengan adanya suatu Putusan Inkracht Van Gewijsde, ataupun pelaksanaan risalah lelang yang dimohonkan eksekusinya melalui Pengadilan Negeri dimana letak objek yang dimohonkan.
Tepat pada Hari Kamis, 28 Agustus 2025, terdapat peristiwa Eksekusi yang berujung kericuhan di salah satu perusahaan perkebunan di Kabupaten Banyuasin, Kecamatan Suak Tapeh, Desa Sedang dan Desa Tanjung Laut, yaitu PT. Sri Andal Lestari (PT SAL), yang mana eksekusi tersebut dilakukan oleh PT. Sejati Pangan Persada (PT. SPP) selaku Pemenang Lelang.
Eksekusi ini melibatkan cukup banyak personil Aparat Kepolisian, serta beberapa kali terjadi bentrok antara Aparat dengan Karyawan PT SAL.
Ternyata ada hal yang menarik dalam pelaksanaan eksekusi ini, bahwa Pengadilan Negeri Pangkalan Balai adalah sebagai Pengadilan yang berwenang atas yuridiksi dimana objek sita eksekusi tersebut berada, telah mengeluarkan Penetapan Penundaan Eksekusi karena adanya Partij Verzet dari Termohon Eksekusi yaitu PT. SAL.
Namun, terhadap Sita Eksekusi, bagi siapa pemilik atas aset yang dimohonkan eksekusi, memiliki hak untuk melakukan Partij Verzet atau perlawanan terhadap eksekusi tersebut.
Hal ini diatur dalam Pasal 207 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) dan Pasal 225 Rechtsreglement Buitengewesten (RBg).
Selanjutnya, Partij Verzet lebih spesifik lagi diatur oleh Mahkamah Agung dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, terdapat kaidah hukum yaitu :
"perlawanan ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi (Vide Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Namun, ekekusi harus ditangguhkan, apabila segera nampak bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan, paling tidak sampai dijatuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri.”, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 381 Reglement op de Rechtsvordering (RV).
Kembali kepada pelaksanaan Sita Eksekusi oleh PT SPP yang melibatkan Aparat Kepolisian tersebut, menimbulkan pertanyaan besar, “Apakah pelaksanaan Sita Eksekusi tersebut telah dilaksanakan sesuai prosedur Sita Eksekusi?” sedangkan Pengadilan Negeri Pangkalan Balai telah mengeluarkan Penetapan Penundaan Eksekusi yang berdasarkan adanya partij verzet yang diajukan oleh PT SAL di Pengadilan Negeri Pangkalan Balai.
Berdasarkan hal ini, maka semua pihak terkait dalam eksekusi tersebut wajib patuh dan tunduk dengan Penetapan Penundaan Eksekusi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Pangkalan Balai.
Apabila pelaksanaan Eksekusi oleh PT SPP terhadap PT SAL pada 28 Agustus 2025 telah mengabaikan Penetapan Penundaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri, maka rechtfeit (peristiwa hukum) tersebut dilaksanakan tanpa adanya rechtgrond (dasar hukum).
Dengan terjadinya rechtfeit tanpa dilandasi oleh rechtgrond, maka perbuatan tersebut merupakan rechtdelicten (pelanggaran hukum). Seyogyanya, sita eksekusi harus menunggu untuk dapat dilanjutkan setelah partij verzet dari PT SAL tersebut telah terbukti adalah merupakan Pelawan yang tidak benar oleh Majelis Hakim yang memeriksa pada Pengadilan Negeri Pangkalan Balai.
Menjadi kekhawatiran terkait keterlibatan Aparat Kepolisian pada pelaksanaan Eksekusi tersebut juga menyimpangi norma hukum, sehingga hal ini merupakan kesewenang-wenangan.
Jika hal ini terus dibiarkan terjadi dalam praktek hukum acara, maka dapat dipastikan tidak akan ada lagi perlindungan hukum terhadap upaya partij verzet. (*)