HEADLINE
Dark Mode
Large text article

Sekwan DPRD OKU Dihadirkan Lagi di Sidang Kasus Suap Fee Proyek Pokir

Sidang pembuktian perkara suap fee proyek Pokir DPRD OKU di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel)

PALEMBANG, MA - Sidang pembuktian perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait suap fee dana proyek Pokir anggota DPRD OKU digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus, Senin (11/8/2025).

Dalam perkara tersebut menjerat tiga anggota DPRD Umi Hartati, M Fahruddin, Ferlan Juliansyah dan satu Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra SH MH, Tim Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan empat orang saksi satu diantaranya Sekretaris DPRD OKU Iwan Setiawan.

Dalam persidangan saksi Iwan Setiawan kembali dihadirkan sebagai saksi dan dicecar soal adanya dua kubu di DPRD OKU yang sempat membuat tidak kuorum rapat paripurna pengesahan RAPBD tahun 2025.

"Saudara saksi berapa kali saudara dipanggil oleh Pj Bupati Teddy terkait pembahasan RAPBD 2025," tanya Jaksa KPK.

"Satu kali di DPRD menanyakan anggota Dewan yang tidak kuorum saat paripurna dan yang kedua memastikan rapat paripurna anggota DPRD kuorum," kata Iwan.

"Untuk dana Pokir sebenarnya dalam bentuk apa," tanya Jaksa KPK lagi.

"Bukan dalam dana tapi bentuk kegiatan aspirasi dari usulan masyarakat," ujar saksi.

Lalu Jaksa KPK menegaskan soal fakta sidang yang sebelumnya sudah terungkap terkait adanya dua kubu di DPRD OKU antara kubu Bertaji dan YPN YESS.

"Fakta sidang sebelumnya sudah terungkap ada dua kubu di DPRD OKU, sepengetahuan saksi Iwan Setiawan tiga terdakwa ini dari kubu mana YPN atau Bertaji," cecar Jaksa KPK.

"Kubu YPN tidak hadir di paripurna setahu saya adanya perintah dari partai sehingga terjadi tidak kuorum pengesahan RAPBD," jelas Iwan.

Lalu Jaksa KPK kembali mencecar saksi Iwan Setiawan soal istilah "Tikus Tidak Mati, Kucing Tidak Malu".

"Saksi istilah "Tikus Tidak Mati Kucing Tidak Malu apa maksudnya," cecar Jaksa KPK.

"Itu bahasa dari Pak Kamal waktu menghubungi saya," jawab saksi Iwan.

Seperti diketahui dalam dakwaan, empat terdakwa tersebut didakwa secara bersama-sama menerima hadiah terkait fee proyek Pokir sebesar Rp1.500.000.000, dari Ahmad Sugeng Santoso dan Mendra alias Kidal serta uang Rp2.200.000.000 dari M Fauzi alias Pablo.

Jaksa KPK menjelaskan, bahwa pada tanggal 16 Agustus 2024, sampai dengan akhir Desember 2024 Terdakwa I Umi Hartati, Terdakwa II M Fahruddin dan Terdakwa III Ferlan Juliansyah beserta anggota DPRD Kabupaten OKU lainnya belum juga melakukan pembahasan bersama dengan Pemerintah Kabupaten OKU Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 dikarenakan dalam internal DPRD Kabupaten OKU terdapat pertentangan dua kubu yaitu kubu “Bertaji” (Bersama Teddy-Marjito) terdiri dari fraksi PDI Perjuangan, Hanura, PPP, PKS, Golkar, PKB, Perindo, Gerindra, PKN dengan Kubu “YPN YESS” (Yudi Purna Nugraha- Yenny Elita Sofyan Sani) terdiri dari fraksi Nasdem, Demokrat, PAN. 

Sehingga mengakibatkan Alat Kelengkapan DPRD belum dilakukan pembentukan. Oleh karena telah memasuki tahun anggaran 2025 sementara AKD belum terbentuk maka pada tanggal 13 Januari 2025 barulah dibentuk AKD terdiri atas Komisi, Badan Musyawarah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan dan Badan Pembentukan Peraturan Daerah yang semua anggotanya berasal dari anggota DPRD dari Kubu Bertaji.

Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (Ariel)