*Dugaan Kriminalisasi Utang Piutang di Pontianak: Warga Dijadikan Tersangka Meski Ada Akta Notaris & Jaminan Sertifikat*
Pontianak, Kalimantan Barat – 17 Juni 2025K asus hukum yang bermula dari hubungan utang-piutang antara seorang warga Pontianak berinisial IS dan anggota kepolisian berinisial T, kini menyeret IS ke jerat pidana yang menuai sorotan. Padahal, kasus ini telah dibungkus dalam sebuah akta perjanjian utang-piutang resmi di hadapan notaris berikut jaminan tiga sertifikat hak milik, yang ukurannya melebihi jumlah pinjaman.
Menurut keterangan kuasa hukum IS, Johan Tjandra, SE, SH, kasus ini seharusnya murni perdata. “Klien kami dan pelapor telah sepakat membuat akta utang pengakuan senilai Rp 350 juta di hadapan notaris, disertai jaminan tiga sertifikat hak milik. Klien kami bahkan telah mengembalikan sebagian uang sebesar Rp 140 juta,” ujarnya kepada media, Senin (17/6).
Namun ironisnya, setelah gagal melunasi seluruh utang dalam tempo yang disepakati, IS baru saja dilaporkan ke kepolisian oleh T pada tahun 2024. Setahun kemudian, IS ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh penyidik Polresta Pontianak atas tuduhan penipuan dan/atau penggelapan.
"Ini bentuk kriminalisasi terhadap hubungan hukum perdata. Kami menduga ada intervensi kekuasaan, mengingat pelapor adalah anggota Polri. Tindakan investigasi menetapkan klien kami sebagai tersangka dan menahan sangat kami sesalkan," lanjut Johan.
Johan menegaskan, semua dokumen hukum terkait perjanjian ini masih tersimpan di notaris. “Jika memang ada kerugian, maka perlindungan ini seharusnya dibawa ke ranah perdata melalui gugatan wanprestasi, bukan melalui pidana,” tegasnya.
Pihaknya juga menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dalam proses ini. Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, seseorang tidak dapat dipidana hanya karena jaminan membayar utang.
Lebih lanjut, Yurisprudensi MA No. 4/Yur/Pid/2018 secara eksplisit menyebutkan bahwa kegagalan memenuhi kewajiban perjanjian yang dibuat secara sah tidak dapat dikriminalisasi, kecuali sejak awal ada itikad buruk. “Tidak ada itikad buruk dari klien kami. Justru jaminan sertifikat telah diserahkan dan sebagian dana telah dibayar,” jelas Johan.
Di tengah tekanan kriminalisasi ini, pihak IS juga telah mengajukan gugatan wanprestasi secara perdata ke Pengadilan Negeri Pontianak. Agenda sidang mediasi tengah berlangsung. Johan berharap pengadilan dapat menjadi forum yang adil dan bebas dari intervensi.
"Kami meminta agar penyidik menghentikan proses pidana ini dan menghormati proses hukum perdata yang sudah berjalan. Penyidik juga harus menyita dokumen-dokumen utama seperti akta utang pengakuan dan sertifikat yang dititipkan di notaris sebagai bagian dari alat bukti," kata Johan.
Permintaan Evaluasi Penanganan & Perlindungan Hukum, Kuasa hukum IS mendesak Kapolda Kalimantan Barat dan Komnas HAM untuk mengawasi dan mengevaluasi penanganan perkara ini. “Kriminalisasi atas dasar ketidakmampuan membayar utang adalah preseden buruk bagi kepastian hukum di Indonesia. Jika ini dibiarkan, siapa pun bisa dipenjara hanya karena gagal membayar utang, meski ada perjanjian sah di hadapan notaris,” pungkas Johan.
Hingga berita ini diterbitkan redaksi media masih mencoba mengkonfirmasi pihak pihak terkait untuk di mintai keterangan namun belum bisa tersambung, redaksi juga melayani hak jawab hak koreksi dan klarifikasi dari pihak pihak terkait untuk menjaga keberimbangan berita demi kebebasan pers dalam kontek demokrasi.
Sumber:Suparman .,S.H,.M.,H,M.Kn. dan Johan Tjandra, S.E., S.H. Kuasa Hukum IS