Pemkot Palembang 'Banjiri' APH dengan Hibah, Independensi Penegakan Hukum Dipertaruhkan!
![]() |
| Ilustrasi (.ai) |
PALEMBANG, MA — Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang mengalokasikan miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 untuk mendanai fasilitas Aparat Penegak Hukum (APH) menjadi sorotan utama. Total dana hibah mencapai lebih dari Rp 8,3 Miliar untuk tiga proyek di Kepolisian dan Kejaksaan, yang menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi konflik kepentingan.
Berdasarkan data lelang dari LPSE Kota Palembang, kucuran dana APBD ini diarahkan ke proyek-proyek strategis di instansi vertikal.
Pertama, proyek dengan nilai terbesar, yaitu Rehabilitasi Gedung Direktorat Reserse Kriminal (Dirreskrim) Polda Sumatera Selatan dengan nilai kontrak mencapai Rp 4,76 miliar. Proyek ini sangat sensitif mengingat Dirreskrim adalah ujung tombak penyidikan kasus pidana, termasuk korupsi di daerah.
Kedua, Pemkot menganggarkan Rp 2,43 miliar untuk Pembangunan Rumah Dinas Kepala Kejaksaan Negeri Palembang. Alokasi APBD untuk fasilitas pribadi pejabat APH ini dinilai dapat menciptakan ketergantungan dan mengancam netralitas Kejaksaan dalam mengawasi Pemkot.
Ketiga, proyek Rehabilitasi Gedung Polrestabes Palembang senilai Rp 1,19 miliar juga menjadi perhatian. Proyek ini memiliki batas waktu pengerjaan yang sangat singkat, hanya 50 hari kerja, mengindikasikan proyek "kejar tayang" yang rawan masalah kualitas di penghujung tahun anggaran.
Ancaman terhadap Independensi Hukum
Penggunaan dana APBD, yang seharusnya diprioritaskan untuk pelayanan publik wajib, untuk membiayai fasilitas instansi vertikal yang pendanaannya seharusnya dari APBN, telah lama dikritik. Praktik ini secara fundamental melanggar prinsip independensi penegakan hukum.
Total kucuran dana Rp 8,3 miliar dari Pemkot Palembang kepada APH ini dikhawatirkan akan menimbulkan rasa "utang budi" yang dapat memengaruhi objektivitas Kepolisian dan Kejaksaan dalam mengusut kasus-kasus yang melibatkan pejabat atau kebijakan Pemkot. Publik mempertanyakan, bagaimana APH dapat bersikap tegas dan netral jika fasilitas pentingnya dibiayai oleh pihak yang seharusnya mereka awasi?
Oleh karena itu, kebijakan hibah ini memerlukan pengawasan ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian terkait untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah kompromi terhadap integritas proses hukum di Palembang. (Red)
