HEADLINE
Dark Mode
Large text article

Refleksi Hari Santri 2025: Menghormati Kyai, Menegakkan Akal Sehat


Salatiga|MediaAdvokasi
.id-Kritik Tajam atas Tayangan Trans7 dan Kondisi Pesantren Kilas balik beberapa bulan terakhir, publik dikejutkan oleh dua peristiwa besar yang mengguncang citra dunia pesantren baru saja terjadi dan menimbulkan kegaduhan.


Pertama, tragedi runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo yang menelan puluhan korban jiwa,mengungkapkan lemahnya standar keamanan dan pengawasan infrastruktur dibanyak lembaga pendidikan berbasis agama. 


Kedua, polemik yang muncul akibat tayangan “Xpose Uncensored” di Trans7 yang menampilkan segmen satir terhadap kehidupan santri dan kyai, menimbulkan gelombang protes masif di kalangan pesantren dan memicu perdebatan nasional tentang batas antara kritik, satire, dan penghinaan.


Kejadian tersebut menjadi potret paradoks antara penghormatan dan pengawasan di satu sisi, pesantren masih menjadi simbol ketulusan, ta’dzim, dan ketahanan moral bangsa, di sisi lain, berbagai peristiwa tersebut menyingkap kenyataan bahwa penghormatan tanpa akal sehat dan tanpa sistem yang kuat dapat berujung pada kelalaian bahkan penderitaan. 


Momentum Hari Santri tahun ini tidak bisa dilewatkan tanpa refleksi mendalam terhadap dua fenomena tersebut, agar santri ke depan tidak hanya menjadi sosok yang taat dan hormat, tetapi juga kritis, rasional, dan berani menjaga nilai-nilai kebenaran di tengah tantangan zaman.

Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat bahwa pada 2024 terdapat 573 kasus kekerasan di lembaga pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren), dengan 42% di antaranya adalah kekerasan seksual.


Sebanyak 114 kasus terjadi di lingkungan pesantren sepanjang tahun yang sama,termasuk kekerasan fisik, pelecehan, dan pengasuhan yang tidak aman.


Tragedi runtuhnya Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, pada September 2025 menewaskan sedikitnya 66 santri dan melukai puluhan lainnya, menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan struktural dan minimnya audit bangunan di ribuan pesantren di Indonesia.


Program televisi “Xpose Uncensored” di Trans7 menampilkan segmen yang dianggap merendahkan martabat kyai dan tradisi pesantren, menimbulkan protes luas hingga mendapat teguran resmi dari KPI. Meski permohonan maaf telah disampaikan,perdebatansoal moralitas tayangan publik masih terus berlanjut.


Penghormatan terhadap kyai dan tradisi pesantren adalah nilai luhur yang patut dipelihara. Namun, penghormatan sejati tidak boleh menjadi dalih untuk menutup mata terhadap kesalahan, kelalaian, atau bahkan pelanggaran moral di lingkungan pesantren. 


Ta’dzim tanpa akal sehat justru berpotensi memperkuat ketimpangan kuasa antara kyai dan santri, menjauhkan pesantren dari semangat keilmuan yang rasional dan terbuka. 


Sementara itu, respons berlebihan terhadap tayangan televisi tanpa melihat konteks dan substansi kritik juga bisa menunjukkan rapuhnya kemampuan pesantren dalam menghadapi wacana publik secara dewasa dan intelektual.

Kritik, bila diresapi dengan niat memperbaiki, seharusnya disambut dengan dialog, bukan kemarahan massal. Sebab pesantren yang matang bukan yang anti kritik, melainkan yang mampu menempatkan kehormatan dalam koridor akal sehat dan tanggung jawab moral.

HMI menegaskan beberapa poin sikap sebagai berikut:

1. Menjadikan tragedi runtuhnya pesantren dan polemik tayangan Trans7 sebagai refleksi besar untuk memperkuat akal sehat dalam kehidupan pesantren, agar keikhlasan dan penghormatan berjalan berdampingan dengan logika dan keamanan.

2. Mendesak Kementerian Agama dan pemerintah daerah melakukan audit menyeluruh terhadap infrastruktur pesantren serta memastikan regulasi “Pesantren Ramah Anak” diterapkan secara tegas.

3. Mengimbau lembaga penyiaran untuk menghormati nilai-nilai keagamaan dalam produksi kontennya dan membuka ruang dialog dengan komunitas pesantren, bukan hanya sekadar permintaan maaf simbolik.

4. Mengajak seluruh santri untuk menghormati kyai dengan sepenuh hati namun tetap menjaga daya kritis, agar tradisi tidak menjadi alat pembungkaman.

5. Memastikan bahwa penghormatan, intelektualitas, dan kemanusiaan harus berjalan seimbang didalam ruang pesantren.


Peringatan Hari Santri 2025 harus menjadi titik balik kesadaran moral bangsa. 


Pesantren perlu tampil sebagai lembaga yang kuat secara spiritual sekaligus cerdas secara intelektual pesantren seyogyanya juga mampu melahirkan tokoh-tokoh pemimpin bangsa dimasa yang akan datang dengan diimbangi keluasan pengetahuan agamanya bukan menjadi belenggu para santri/santriwati itu sendiri. Santri di masa kini harus mampu menggabungkan nilai keikhlasan dengan daya kritis, agar penghormatan kepada kyai tidak berubah menjadi ketundukan buta, tetapi menjadi bentuk cinta yang melahirkan perbaikan. M. Saiful Anwar Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga.

(Susilo)