HEADLINE
Dark Mode
Large text article

Empat Tahun Menyemai Kasih: Dua Desa Bersatu Menghadirkan Senyum untuk Ana Yatim

Aceh Timur, MA:  Di bawah teduhnya langit Gampong Meunasah Leubok, Masjid Baitussalam kembali menjadi saksi sebuah kisah yang menyentuh hati. Untuk keempat kalinya, dua desa bertetangga, Meunasah Leubok dan Matang Kruet, bergandengan tangan dalam kegiatan santunan bagi 42 anak yatim. Selasa 25 Maret 2025.

Bukan sekadar seremonial, acara ini adalah wujud cinta yang telah terjalin erat selama empat tahun. Setiap anak menerima santunan sebesar Rp900 ribu beserta dua paket bantuan yang berisi kebutuhan pokok. Namun, yang lebih berharga dari itu adalah kehangatan yang menyelimuti mereka, menghadirkan rasa bahwa mereka tidak pernah sendiri.

Di antara sorak tawa anak-anak yang berlarian di halaman masjid, ada air mata haru yang tertahan. Mata-mata kecil itu menatap penuh rasa syukur saat amplop santunan berpindah tangan. Tak sedikit dari mereka yang kemudian memeluk erat pemberian itu, seolah merasakan cinta yang terselip di setiap rupiahnya.

“Empat tahun kami terus menjaga tradisi ini. Bukan karena kami berlebih, tapi karena kami ingin memastikan mereka tetap tersenyum,” ujar Keuchik Gampong Matang Kruet, Asyari Ismail, dengan suara bergetar.

PJ Keuchik Gampong Meunasah Leubok, Zulkarnaini, juga menyampaikan rasa syukur atas kekompakan warganya. “Di sini, kami belajar bahwa berbagi tak selalu tentang seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa besar keikhlasan yang kita berikan,” tuturnya.

Acara ini turut dihadiri Sekretaris Camat Pante Bidari, Ibrahim, SE, yang dalam sambutannya mengapresiasi kekuatan gotong royong masyarakat dua desa. “Ketika dua desa bersatu, lahirlah kekuatan yang mampu menghapus air mata dan menggantinya dengan senyum,” katanya.

Perwakilan Polsek dan Danramil Pante Bidari juga hadir, menjadi saksi bahwa kebersamaan masyarakat tak mengenal batas pangkat atau jabatan. Semua menyatu, mengulurkan tangan untuk mereka yang kehilangan pelukan orang tua.

Di sudut masjid, seorang anak perempuan bernama Salsabila, berusia 8 tahun, duduk memeluk paket bantuannya. “Aku senang. Uangnya mau kubelikan buku dan pensil biar bisa terus belajar,” ucapnya lirih. Senyumnya merekah, meskipun di balik itu, ada rindu yang tak pernah benar-benar hilang.

Saat doa bersama berkumandang, air mata para hadirin tak lagi bisa dibendung. Tangisan lirih menjadi saksi betapa pertemuan ini lebih dari sekadar acara tahunan. Ia adalah pengingat bahwa kasih sayang tak pernah mengenal batas waktu.

Empat tahun berlalu, dan tradisi ini terus hidup. Bukan hanya sebagai perayaan, tetapi sebagai janji yang diucapkan dalam hati: bahwa setiap anak di Meunasah Leubok dan Matang Kruet akan selalu memiliki keluarga yang mencintai mereka — keluarga yang tak pernah lelah menyemai kasih di tengah kehidupan.

Reporter: ZAS