HEADLINE
Dark Mode
Large text article

7 Saksi dari Rumah Sakit Diperiksa Terkait Kerjasama Penyediaan Darah di PMI Kota Palembang

Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 7 saksi dari pihak rumah sakit disidang pembuktian perkara korupsi PMI Kota Palembang (Foto : Ariel) 

PALEMBANG, MA - Sidang pembuktian perkara dugaan korupsi Pengelolaan Biaya Pengganti Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang tahun 20220-2023 digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus, Selasa (28/10/2025). 

Dalam perkara tersebut menjerat dua terdakwa mantan Wakil Walikota Palembang Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto anggota DPRD Palembang. 

Diketahui, Fitrianti Agustinda dalam perkara tersebut kapasitasnya selaku Ketua PMI Kota Palembang periode 2019-2024, sedangkan Dedi Sipriyanto selaku Kepala Bagian Administrasi dan Umum Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kota Palembang. 

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Masrianti SH, MH Jaksa Penuntut Umum Kejari Palembang menghadirkan 7 orang saksi dari pihak Rumah Sakit yang memiliki perjanjian kerjasama penyediaan darah dengan PMI Kota Palembang. 

Ketujuh saksi itu yakni, Denny Juraijin, Dicky Permana, Mastiar Endang, Elvi Indahwati, Ade Ivandi, Yumidiansi dan Yudi Fadilah. 

Dalam keterangannya saksi Kepala Laboratorium Rumah Sakit Bunda Denny Juraijin mengakui bahwa pihaknya memiliki perjanjian kerjasama pembelian darah kepada PMI Kota Palembang. 

"Benar rumah sakit bunda ada kerjasama terkait permintaan penyediaan darah kepada PMI Kota Palembang dari tahun 2019 sampai 2021, kemudian dari 2021-2024 lalu di tahun2024-2025. Metode pembayarannya melalui invoice tagihan dari PMI yang dibayar per  bulan dengan total keseluruhan sekitar Rp1,4 miliar ditransfer ke UTD PMI," ujar saksi Denny. 

Hal senada juga diakui oleh saksi dr Ade Ivandi dari Rumah Sakit Siti Fatimah terkait adanya kerjasama biaya pengganti kantong darah pada PMI Kota Palembang. 

"Di RS Siti Fatimah ada dua kali kerjasama penyedian pengelolaan biaya pengganti kantong darah, jenis golongan darah tergantung kebutuhan rumah sakit," ujar saksi. 

dr Ade Ivandi juga mengakui pada saat dilakukan pemeriksaan sebagai saksi oleh Kejari Palembang dirinya sebagai PPTK dalam kegiatan tersebut. 

"Saya diperiksa selaku PPTK sebagai saksi terkait dugaan korupsi penggelembungan biaya pengganti pengelolaan darah pada PMI Kota Palembang," katanya dihadapan majelis hakim. 

Sebelumya, Jaksa Penuntut umum Kejari Palembang mendakwa keduanya telah memperkaya diri sendiri yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 4.092.104.950, 00.

Jaksa Penuntut umum kejari Palembang dalam dakwaannya mengungkapkan bahwa dari pos pengeluaran tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 tersebut terdapat beberapa pengeluaran yang tidak digunakan untuk keperluan kepentingan UTD PMI Kota Palembang melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi sebesar Rp 664.129.000,00.

"Bahwa dari pos pengeluaran tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi yaitu,  membeli kebutuhan pribadi terdakwa dan saksi Dedi Sipriyanto dengan cara terdakwa dan saksi Dedi Sipriyanto meminta saksi Mike Herawati melalui pesan whatsapp untuk membayar sejumlah kebutuhan terdakwa dan saksi Dedi Sipriyanto berupa pembelian parcel lebaran, belanja kebutuhan rumah tangga, pembelian ayam, pembayaran listrik, pembayaran uang sekolah anak, pembayaran krim wajah dan kebutuhan terdakwa dan saksi Dedi Sipriyanto lainnya dengan total seluruhnya tahun 2020-2023 sebesar Rp.664.129.000,00," ungkap Penuntut umum. 

Selanjutnya kata JPU dalam dakwaan, atas perintah dari terdakwa maka untuk menutupi pengeluaran uang untuk keperluan pribadi terdakwa dan saksi Dedi Sipriyanto tersebut lalu saksi Mike Herawati dibantu oleh saksi Annisa Renda (Kasi Kepegawaian dan Diklat), saksi Susi Fitriyanti (Kasi Administrasi dan Umum), saksi dr. Silvi Dwi Putri (Kepala UTD PMI Kota Palembang tahun 2020 s/d Mei 2022), saksi dr. Ajeng (Kepala UTD PMI Kota Palembang Juni 2022 s/d Desember 2023), saksi Dewi Puspita Sari (Kasi Loket dan Kas Kecil) dan saksi Apriyanti (Kasi Penagihan dan Piutang) membuat pertanggung jawaban berupa belanja fiktif beras dan sembako di Toko Acai Madang dimana pembelian beras dan sembako tersebut diambil dari pengeluaran humas publikasi (tahun 2020, 2021, 2023), bantuan sosial pelestarian donor (tahun 2022, 2023) dan kebutuhan rumah tangga (tahun 2023) dengan total seluruhnya sebesar Rp.664.129.000,00.

"Bahwa dengan rincian pertanggungjawaban fiktif sebagai berikut : No. Pencatatan Pengeluaran Tahun 2020 s/d 2023 Jumlah (Rp) 1. Humas publikasi  225.085.000,00, 2. Bantuan sosial pelestarian donor 417.738.000,00, 3. Kebutuhan rumah tangga pada bukti kas tanggal 18 Januari 2023 sebesar Rp.33.063.000,00  21.036.000,00," urai Penuntut umum. 

Adapun perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Ariel)