Mulyono 70 tahun, warga Penembahan Yogyakarta |
Mulyono menceritakan kisahnya bekerja pada Balai tersebut selama 18 tahun, “pekerjaan ini saya ditekuni sejak tahun 1998 pada area perkantoran Balai Pemuda dan Olahraga yang dulu masih banyak semak belukar, ular dan banyak pecahan kaca menumpuk, setiap hari kerja pagi, siang, sore dan malam, malam jadi penjaga malam sebagai ketertiban, keamanan (Security) sampai pagi”, ungkapnya.
Mulyono bekerja ditemani sang isteri Suratmiati (Almh) yang kerap dipanggil Ibu Mul, “Istri saya yang membantu saya menghidupi tiga orang anak yang semuanya perempuan, saya hanya digaji untuk jaga malam saja, pada waktu itu gaji saya hanya Rp. 280 ribu perbulan”. Ujar Mulyono.
“Dan untuk pekerjaan yang saya kerjakan dari pagi sampai sore sampai saat ini belum dibayar”. Lanjutnya.
“Ketika ditanya kepada pimpinan Balai dia diam saja, sampai saat ini sdh 6 kali ganti pimpinan upah saya tdk pernah dibayar, sudah 18 tahun pak, jadi saya berhenti bekerja pada tahun 2016, karena waktu itu isteri saya sakit” pungkas pak Mulyono sambil belinang air mata.
“Saya selalu mengingat jasa kerja saya, yang sampai akhirnya isteri saya meninggal dunia. Pihak balai pun tidak ada bantuan untuk saya dan keluarga, ketika isteri saya meninggal ketika itu juga kerjaan di balai diganti dengan orang lain tanpa ada pemberitahuan dengan saya, sejak itulah saya berhenti bekerja dan upah saya bekerja selama 18 tahun tidak pernah dibayar sama sekali dimanalah peri kemanusiaannya” lanjut Mulyono kepada Tim Media Avdokasi.
“ooh saya kira bapak dari KPK banyak pak datanya”. Ujar Mulyono.
Seolah-olah Bapak tua ini menyimpan segudang kasus yang terpendam, awak media pun melanjutkan dengan mencoba menemui Pimpinan Balai yang saat ini Bpk Dedi Wahyudi, namun beliau tidak ada di kantor. Dan sampai berita ini diterbitkan, tim media belum berhasil berkoordinasi dan menemuni Pimpinan Balai tersebut. (Sidol)